KEWAJIBAN PERWIRA NAVIGASI KAPAL DALAM MEMBANTU NAHKODA KAPAL SAAT BERLAYAR UNTUK MENJAMIN TERCIPTANYA KESELAMATAN TRANSPORTASI LAUT

Authors

  • Capt. Pantjadjatmika R SE, MM, M.Mar STMT Malahayati

DOI:

https://doi.org/10.63352/jpmt.v5i1.115

Keywords:

Nahkoda Kapal, Berlayar, Transportasi Laut

Abstract

Transportasi laut merupakan kegiatan pengangkutan orang atau barang melalui jalur laut menggunakan yang menggunakan moda transportasi sebagai alat angkut tersebut dan juga beberapa fasilitas Pelabuhan untuk menunjang kegiatan tersebut. Transportasi laut memiliki peran penting dalam perekonomian nasional dan juga Internasional, dan tyransportasi laut tidak hanya untuk mengangkut penumpang, tetapi juga untuk mengangkut barang dan ternak, dimana pada saat ini sekitar 80% dari volume perdagangan internasional diangkut melalui laut, lalu untuk menunjang kelancaran transportasi laut tersebut dibutuhkan alat angkut atau  moda transportasi yang memadai dan tentu mendukung keselamatan penumpang dan barang barang yang diangkut. Moda transportasi laut dimaksud disebut dengan kapal, dan sebuah kapal untuk dapat menjadi sebuah alat transportasi laut haruslah diawaki oleh orang orang dengan jumlah yang cukup dan mempunyai keahlian dalam bernavigasi dikapal serta harus dipimpin oleh seorang yang mempunyai tanggung jawab penuh terhadap keselamatan kapalnya saat sedang berlayar, untuk itu pada saat kapal sedang berlayar seorang nahkoda dikapal akan dibantu oleh perwira perwira navigasi atau yang disebut mualim kapal yang dikapal terdiri dai 3 (tiga) mualim, yaitu mualim satu, mualim dua dan mualim tiga, dimana mereka semua mempunyai kewajiban untuk menjaga kapal tetap aman dan selamat selama berlayar. Kewajiban para perwira navigasi kapal (mualim) selama berlayar dilakukan antara lain dengan melaksanakan tugas jaga secara bergantian dari ketiga perwira navigasi kapal (mualim) tersebut yang mana telah diatur oleh IMO (international maritime organization) dalam salah satu pilar hukumnya yaitu pada konvensi STCW dan kode STCW (standar of training, certification and watchkeeping) 1978 as amandemen 2010 manila.

References

Referensi Buku

- E. Kartini, 2015, Hukum Maritim, Akademi Maritim “Djadajat”

- Nazir, M. (2008). MetodePenelitian. Jakarta: Ghalia

- Kartono, Kartini. 1985. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Rajawali Press,

- Hussyen Umar, 2021, Hukum Maritim dan Masalah-Masalah Pelayaran di Indoneisa : Buku I, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

- Faustino. 2004. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Ghalia Indonesia

- Salim, A. (1993). Manajemen Transportasi. Jakarta: Grafindo Persada.

- Soejono dan Abdurahman. (2003). Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.

- Ijat Danajat, 2013, Hukum Maritim, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

- Soekardono. (1991). Hukum Perkapalan Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional.

- Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Cetakan ke-8 PT. Raja Grafindo Persada

Referensi Peraturan

a. Undang Undang No 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

b. Kitab Undang Undang Hukum Dagang

c. Safety of Life at Sea 1974

d. Standard of Training, Certificatian and Watchkeeping 1978, amandemen 2010

e. Collusion Regulation Prevention at Sea 1972

f. Prevention Maritime Pallution at Sea 1973/1978

Referensi Media Online

a. Wikipedia

b. Google Search

c. KBBI online.

Downloads

Published

2025-01-11

How to Cite

SE, MM, M.Mar, C. P. R. (2025). KEWAJIBAN PERWIRA NAVIGASI KAPAL DALAM MEMBANTU NAHKODA KAPAL SAAT BERLAYAR UNTUK MENJAMIN TERCIPTANYA KESELAMATAN TRANSPORTASI LAUT. Jurnal Pendidikan Manajemen Transportasi, 5(1), 42–77. https://doi.org/10.63352/jpmt.v5i1.115